Sebelum bepergian :
Sebelum bepergian, ketika akan meninggalkan rumah dianjurkan / disunnahkan untuk membaca beberapa do’a sebagai berikut :
Do’a kepada orang / keluarga yang ditinggalkan

“Aku titipkan kamu sekalian kepada Allah yang tidak akan hilang titipan-NYA”.
(HR. Ahmad II/403, Ibnu Majah no. 2825. Lihat Silsilah Ahaadits as‐Shahiihah no. 16).
Do’a keluar rumah

“Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.”
(HR. Abu Daud, no. 5095; Turmudzi, no. 3426; dinilai shahih oleh Al-Albani).
Do’a berpergian (Safar)

“Allah Maha Besar (3X). Maha Suci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedangkan sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat)). Ya, Allah! Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam perjalanan ini, kami memohon per‐buatan yang meridhokanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkau‐lah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada‐Mu dari kelelahan dalam
bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan per‐ubahan yang jelek dalam harta dan keluarga”
(HR. Muslim no. 13427, Tirmidzi no.3444, Abu Dawud no. 2599, Ahmad II/144 dan 150, an‐Nasaa‐i dalam Amalu Yaum wal Lailah no. 548).
Do’a tiba di suatu negeri

“Ya Allah, penguasa tujuh lapis langit dan segala yang dinaunginya, Penguasa bumi dan apa yang lebih kecil darinya, Penguasa angina dan segala yang diterbangkan, Penguasa Syaitan dan segala yang disesatkan, aku memohon kepada‐Mu kebaikan kampung ini, kebaikan penduduknya serta kebaikan apa yang terdapat di dalamnya dan aku berlindung kepada‐Mu dari kejahatan penduduknya serta segala kejahatan apa yang terdapat didalamnya,”
(HR. At‐Thobroni dalam al‐Mu’jam al‐Ausath no. 7516, Ibnu Hibban no. 2377 (Mawaarid), al‐Hakim II/100 no. 2488 dishahihkan dan disepakati oleh Dzahaby. Lihat Silsilah Ahaadits ash‐Shahiihah no. 2759).
Miqat adalah ketentuan waktu dan tempat yang telah ditetapkan Allah dan Rasulnya untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah.
Sebelum Tiba di Miqot :
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan sebelum tiba di Miqat :
Setelah tiba di Miqot :


“Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk melaksanakan umrah.”
Atau

“Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah yang dilanjutkan dengan haji, tidak ada padanya riya dan sum’ah.”
Bagi Jama’ah yang khawatir tidak mampu menyelesaikan baik prosesi haji maupun umrah dianjurkan membaca bacaan tambahan:

“Ya Allah, posisi / tempatku (terakhir dalam ritual umrah) adalah dimanapun Engkau mencegahku”.
(HR. Al‐Bukhori no. 4801 dan Muslim no. 1207).

“Aku sambut panggilan‐Mu, ya Allah, aku sambut panggilan‐Mu. Aku sambut panggilan‐Mu, tiada sekutu bagi‐Mu, aku sambut panggilan‐Mu. Sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milik‐Mu, tiada sekutu bagi‐Mu.”
(HR. Al‐Bukhori no. 1549 dan Muslim no. 1184 (20‐21)
dari Ibnu Umar Radhiallahu’Anhuma).
Dengan telah selesai dilafazhkannya niat ihram maka
semua larangan ihram mulai berlaku!
Larangan Ihram:
Sebelum memasuki Masjidil Haram
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Memasuki Masjidil Haram

“Dengan menyebut Asma Allah, dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah, Ya Allah bukalah pintu rahmat‐Mu untukku.”
(HR. Muslim no. 713, dan Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah no. 88)
Ketika melihat ka’bah maka hendaknya berdoa dengan doa yang dilakukan oleh Shahabat Umar Radhiallahu’anhu yang lafazhnya :

“Ya Allah, Engkau adalah Penyelamat (hamba‐hamba‐Mu dari Kebinasaan), dari Engkau pula keselamatan diharapkan, maka kekalkanlah kami –wahai Rabb kami‐ dalam keselamatan.”
(HR. Al‐Baihaqi V/72, sanadnya hasan. Lihat Manaasikul Hajji wal umroh oleh Syaikh al‐ Albani rahimahullah).
Sebelum memulai Thawaf
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
) yaitu mengganti posisi kain ihram yang dipakai sehingga bagian pundak pada tangan kanannya dalam keadaan terbuka (terlihat). (hanya khusus thawaf qudum saja).
Etika Thawaf:
(HR. Al‐Bukhori no. 1597).
(Lihat HR. Muslim no. 893 (2).
(Lihat HR. Muslim no. 921 (2), Abu Dawud no. 1885 Dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma).
(HR. Abu Dawud no. 2001 dan Ibnu Majah no. 3060, Shahih lihat Shohih Abi Dawud al‐Umm no. 1746).
(apabila hal tersebut memungkinkan).
(HR Ibnu Majah no. 2962, disebutkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ahaadits Shohihah no. 2138)
Pada saat Thawaf
Berikut adalah ilustrasi yang mengambarkan lingkungan di sekitar Ka’bah.

Mengusap Hajar Aswad dengan tangan kanan, lalu menciumnya
(HR. Muslim no. 1268 [246]).
Hal ini dilakukan pada setiap putaran apabila memungkinkan,
seraya mengucapkan:

Atau

(HR. Al‐Bukhori no. 1613 & Al‐Baihaqy dalam as‐Sunan al‐Kubro no. 9250 dan juga Ahmad II/14 no. 4628, tercantum pula dalam Hajjatun Nabiy oleh Syaikh Al‐Albani hal. 57).
Jika tidak mungkin menciumnya, maka:
Setelah itu dilanjutkan dengan membaca dzikir:

Atau

Atau

Untuk Ikhwan disunnahkan untuk melakukan Raml / berlari-lari kecil (jika memungkinkan). Raml / berlari kecil berhenti saat posisi sejajar dengan rukun Yamani. Dari Rukun Yamani hingga Hajar Aswad bacaan dzikir
diganti menjadi bacaan do’a:

“Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di Akhirat dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka.”
(HR. Abu Dawud no. 1892, Ahmad III/411. Hadits ini hasan, lihat Shahih Abi Dawud I/354.)
Setelah sampai pada Hajar Aswad, kembali mengucapkan takbir dan dilanjutkan dengan bacaan dzikir yang telah disebutkan sebelumnya.
Lakukan sama seperti yang dilakukan pada putaran pertama termasuk melakukan Raml / Berlari-lari kecil.
Lakukan hal yang sama seperti putaran-putaran sebelumnya, hanya saja pada putaran keempat Ikhwan tidak lagi melakukan Raml melainkan jalan seperti biasa.
Pada putaran keenam atau sebelum selesai / setelah selesai thawaf dianjurkan untuk melakukan Iltizam apabila memungkinkan, bila tidak hal ini dapat dilakukan pada thawaf sunnah.
Catatan tambahan yang perlu diketahui
pada saat sedang thawaf :
(Lihat Nubdzatut Tahqiiq hal.39).
(Lihat Shohih al‐Bukhori Bab Idza Waqafa fit Thawaf (Bab apabila berhenti ketika thowaf) Dibawah hadits 1622).
(lihat Fiqhus Sunnah oleh Sayyid Sabiq II/227).
Setelah Thawaf
Pada akhir thawaf (akhir putaran ketujuh) ketika anda telah kembali di Hajar Aswad, Jama’ah tidak lagi mengusap Hajar Aswad dan tidak pula mengangkat tangan memberi isyarat kepadanya, cukup dengan menghadapnya. Dan prosesi thawaf selesai.
Selanjutnya, untuk ikhwan diharapkan untuk menutup kembali pundak dengan kain Ihram seperti halnya sebelum memulai prosesi Umrah dan segera menuju Maqam Ibrahim seraya membaca:

(Lihat HR. Abu Dawud no. 1905, lihat juga Shahih Ibnu Majah no. 2494, Shahih Abi Dawud no. 1676.)
Sesampainya di Maqam Ibrahim, Lakukan shalat sunnah 2 raka’at tepat di belakang Maqam Ibrahim (apabila memungkinkan, namun jika tempat tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang melakukan thawaf ataupun shalat, maka shalatlah di mana saja jama’ah mendapat tempat di Masjidil Haram).

Shalat dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim, Raka’at pertama
setelah surat al‐Fatihah

Lalu membaca surat al‐Kafirun.

kemudian pada raka’at kedua setelah surat al‐Fatihah membaca surat al‐Ikhlas.

(HR. Abu Dawud no. 1905, lihat juga Shahih Ibnu Majah no. 2494, Shahih Abi Dawud no. 1676.)
Setelah shalat dua raka’at, lalu langsung menuju ke tempat yang telah disediakan air zam‐zam, minum air zam‐zam dengan doa apa saja, boleh melakukan doa seperti yang dicontohkan Sahabat Abdullah bin Abbas Radhiallahu’anhuma.

(HR. Ad‐Daruquthni no. 2701 dan al‐Hakim dalam kitabnya al‐Mustadrak 1/473.)
Setelah selesai meminum air zam zam, prosesi thawaf telah selesai dan dilanjutkan dengan sa’i.
Sebelum Sa’i
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
(lihat Fiqhus Sunnah II/224).
(HR Ibn Abi Syaibah IV/68, 69 dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar, dengan dua sanadnya yang shahih dari Al‐Musayyib bin Raafi’ al‐Kahili dan Urwah bin Zubair.).

Pada saat mendekati bukit Shafa, maka mengucapkan lafazh surat
Al-Baqarah ayat 158:

“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber‐umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”
Atau

“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah.”
Kemudian mengucapkan do’a:

“Aku memulai sa’i dengan apa yang didahulukan oleh Allah.”
(HR. Muslim (no. 1218 (147))
Setelah di bukit Shafa

“Allah Mahabesar 3x, Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi‐Nya. Bagi‐Nya kerajaan dan bagi‐Nya segala puji. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, Yang Maha Esa, Yang melaksanakan janji‐Nya, membela hamba‐Nya (Rasulullah) dan sendirian mengalahkan golongan musuh.”

“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung pada‐Mu dari sifat pengecut, dari dikembalikannya aku kepada umur yang paling lemah (pikun) dan fitnah dunia dan dari siksa kubur.”
(HR. Bukhori no. 2822).
Menuju bukit Marwah
Diantara bukit Shafa dan Marwah terdapat dua tanda hijau. Sebelum dan sesudah tanda hijau dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir, seperti:

“Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi‐Nya. Bagi‐Nya kerajaan dan pujian. Dia‐lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Atau

Setelah masuk diantara dua tanda hijau, apabila memungkinkan lakukanlah lari-lari kecil seraya melafazhkan:

“Ya Rabb Ampunilah aku Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mulia.”
(HR Ibn Abi Syaibah IV/68, 69 dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar, dengan dua sanadnya yang shahih dari Al‐Musayyib bin Raafi’ al‐Kahili dan Urwah bin Zubair.)
Setelah di bukit Marwah
Lakukan prosesi seperti halnya di bukit Shafa.
Menuju bukit Shafa
Sama halnya perjalanan menuju ke bukit Marwah, menuju bukit Shafa juga akan melintasi dua tanda hijau. Sebelum dan sesudah tanda hijau dianjurkan memperbanyak dzikir seperti halnya perjalanan menuju bukit Marwah.
Dan apabila melintasi dua tanda hijau, berlari-lari kecil dan membaca do’a layaknya perjalanan menuju bukit Marwah.
Setelah Sa’i
Setelah melakukan perjalanan sebanyak tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah, destinasi terakhir atau ketujuh akan berada pada bukit Marwah dimana tidak ada bacaan seperti prosesi sebelumnya melainkan langsung menuju pintu keluar Masjidil Haram untuk bertahalul.
Pada saat keluar masjid, tidak lupa untuk melafazhkan:

Bagi Ikhwan, hendaknya mencukur habis rambut (gundul)
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin Umar
Radhiallahu’Anhuma, Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wassalam pernah bersabda:

“Ya Allah berikanlah kasih sayang kepada orang‐orang yang mencukur rambutnya” Para shahabat bertanya: “Dan orang‐orang yang memendekkan rambut, wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wassalam berkata: “Ya Allah berikanlah kasih sayang kepada orang‐orang yang mencukur rambutnya” Para shahabat berkata: “Dan orang‐orang yang memendekkan rambut, wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wassalam menjawab “Lalu orang‐orang yang memendekkan rambut.” Dan telah berkata al‐Laits, telah berkata kepada‐ku (al‐Laits) Nafi’, “Ya Allah berikanlah kasih sayang kepada orang yang mencukur rambutnya”, sekali atau dua kali,(dari jalur hadits yang lain) telah berkata Ubaidillah, telah berkata kepada‐ku (Ubaidillah) Nafi’, Dan Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wassalam berkata pada kali yang keempat “Dan bagi yang memendekkan rambut”
(HR. Bukhori no. 1727, Muslim no. 3204, 3206)
Bagi Ikhwan yang melakukan Haji Tamatu’, hendaknya menyisakan sedikit rambutnya yang kemudian pada 10 Dzulihijjah selepas melakukan jumrah Aqabah dianjurkan untuk mencukur / memangkas habis rambutnya.

Bagi Akhwat, mengumpulkan rambutnya dari seluruh bagian kepala, lalu memotongnya sepanjang satu ruas jari
(Manasiikul Hajji wal ‘Umroh hal. 68 karya Syeikh Muhammad bin Sholih ‘Utsaimin)
Dengan melakukan tahallul ini, berarti selesailah kegiatan ibadah Umrah, dan Jama’ah diperbolehkan kembali mengerjakan hal-hal yang sebelumnya dilarang ketika dalam keadaan berihram.
Bagi jama’ah yang mengerjakan Haji Tamatu’, setelah melakukan Umrah terdapat serangkain prosesi utama ibadah Haji selama lima hari, yakni tanggal 8 – 13 Dzulhijjah.
Ihram
Seperti halnya ibadah Umrah, pada Haji jama’ah akan mengenakan kain Ihram selama 5 hari dimana terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berihram:
Niat Haji
Setelah mengenakan pakaian ihram, lalu melafazhkan niat haji dengan
mengucapkan:

“Ya Allah, Aku penuhi panggilan‐Mu untuk menunaikan haji.”
Kemudian mengucapkan seperti yang diucapkan Rasulullah Shallallahu’Alahi Wassalam:

“Ya Allah, inilah ibadah haji yang tiada riya’ padanya dan tidak pula sum’ah.”
Bagi jama’ah yang khawatir tidak dapat menyelesaikan keseluruhan ritual ibadah haji dikarenakan keterbatasan kondisi fisik ataupun adanya halangan lainnya, maka Nabi Rasulullah Shallallahu’Alahi Wassalam mengajarkan kepada kita untuk mengucapkan:

“Ya Allah, tempat (tahallul)ku adalah dimana Engkau menahanku.”
Maka apabila telah mengucapkan lafazh tersebut dan nantinya terhalang atau sakit maka baginya dibolehkan untuk bertahallul dari hajinya dan tidak ada baginya dam.
Setelah melafazhkan niat maka berlaku semua larangan ihram.
Kemudian membaca talbiyah:

“Aku sambut panggilan‐Mu, ya Allah, aku sambut panggilan‐Mu. Aku sambut panggilan‐Mu, tiada sekutu bagi‐Mu, aku sambut panggilan‐Mu. Sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milik‐Mu, tiada sekutu bagi‐Mu.”
(HR. Al‐Bukhori no. 1549 dan Muslim no. 1184 (20‐21) dari Ibnu Umar Radhiallahu’Anhuma).
Memperbanyak talbiyah ini berlaku terus bagi laki‐laki dan perempuan dengan mengeraskan suara sampai melempar jamarat aqabah pada hari Nahar (10 Dzulhijjah).
Mabit di Mina
Setelah matahari terbit, pada tanggal 8 Dzulhijjah berangkatlah ke Mina dan terus membaca talbiyah. Menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Shubuh tepat pada waktunya, dilakukan dengan qashar (hanya dua rokaat untuk Zhuhur, Ashar dan Isya), tanpa jama’ (menggabung 2 sholat pada satu waktu). Pada malam tersebut diwajibkan bermalam di Mina.
Hendaknya memanfaatkan waktu‐waktu luangnya untuk segala sesuatu yang bermanfaat. Seperti mendengarkan tausiah, membaca Al‐Qur’an, membaca dzikir pagi dan petang.
Menuju Arafah
Menuju ke Arafah setelah matahari terbit pada tanggal 9 Dzulhijjah dengan memperbanyak talbiyah dan bertakbir. Bagi jama’ah diharapkan untuk membaca dzikir pagi.
Tidak ada sunnahnya bagi orang yang menunaikan haji berpuasa pada hari Arafah. (Lihat Fathul Bari Syarah Shohih Al‐Bukhori 4/595).
Khutbah Arafah
Jama’ah disunnahkan untuk singgah di Masjid Namirah untuk mendengarkan khutbah (jika memungkinkan, apabila terhalang karena sangat padat orang maka tidak mengapa untuk tidak singgah di tempat tersebut dan jama’ah boleh mendengarkan khutbah di tendanya masing-masing).
Menjalankan Ibadah Shalat Fardhu
Setelah itu menjalankan Shalat Zhuhur dan Ashar di Arafah dengan cara Jamak dan Qashar pada waktu Zhuhur (jamak taqdim) dengan satu adzan dan dua iqamah. Tidak ada shalat sunnah apapun diantara Shalat Zhuhur dan Ashar yang dijamak itu.
Berdzikir dan Berdoa
Memperbanyak dzikir dan do’a (dilakukan masing-masing) pada saat wukuf di Arafah (pastikan anda benar‐benar di Arafah) dengan menghadap kiblat hingga matahari terbenam sambil mengangkat tangan. Hari Arafah memiliki keutamaan dimana pada hari tersebut Allah membebaskan hamba-nya dari siksa neraka dan akan mengabuli apa yang hamba-nya kehendaki (HR. Muslim no. 1348 (436)).
Memperbanyak bacaan dzikir utama yang diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu’Alahi Wassalam dan nabi lainnya di hari Arafah:

“Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu’.”
(HR. Malik dalam al‐Muwaththo’ no. 500 dan yang lainnya, dihasankan oleh Syaikh al‐Albani dalam Silsilah Ahaadits ash‐Shahiihah no. 1053).
Bermalam di Muzdalifah
Setelah matahari terbenam, para jama’ah bersiap untuk menuju Muzdalifah dan jangan lupa untuk membaca dzikir sorenya didalam perjalanan.
Jika telah sampai Muzdalifah kerjakanlah shalat Maghrib dan Isya’ secara jama’ dan diqashar dengan satu adzan dan dua iqamat (HR. Muslim no. 1218 (147)).
Diharamkan mengakhirkan shalat Isya’ hingga setelah lewat pertengahan malam, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:

“Waktu Isya’ adalah sampai pertengahan malam.”
(HR. Muslim no. 612 (172) dari Abdullah bin Amr Radhiallahu’Anhu).
Apabila takut akan lewatnya waktu dikarenakan padatnya jalan, hendaknya jama’ah shalat Maghrib dan Isya’ di tempat mana saja, meskipun masih di Arafah.
Bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar/shalat Shubuh. Jama’ah dianjurkan untuk beristirahat sebagai persiapan menjalankan ritual pada hari Nahar (10 Dzulhijjah).
Jama’ah diperbolehkan untuk mengumpulkan batu kerikil sebanyak 70 buah untuk persiapan melempar jamarat Ula, Wusta, dan Aqabah selama hari Tasyriq. Dimana Besarnya kerikil adalah al‐Khodzfu (batu kecil yang dipergunakan untuk melempar dengan dua jari telunjuk) seperti kacang merah atau isi buah zaitun, tidak perlu mengambil batu yang ukurannya besar. (Lihat Shohih Muslim no. 1282 (268)).
Menjalankan Ibadah Shalat Fardhu
Setelah terbit fajar, laksanakan shalat subuh secara berjama’ah dan diawal waktunya.
Wukuf di Muzdalifah
Setelah shalat dilanjutkan untuk menuju Masy’aril Haram, yaitu bukit yang berada di Muzdalifah (apabila memungkinkan apabila tidak seluruh Muzdalifah merupakan Mauqiff / Tempat berhenti yang disyari’atkan). (HR. Ahmad IV/82. Dishahihkan oleh Syaikh Alalbani dalam Shahih Jami’ush Shaghir no. 4537. Lihat pula Hajatun Nabiy oleh Syaikh al‐Albani hal. 78).
Di Mauqiff hendaknya jama’ah menghadap kiblat dan memanjatkan pujian kepada Allah, bertakbir, dan berdo’a kepada‐Nya. (Disebut Wukuf di Muzdalifah dan hukumnya adalah wajib)
(HR Muslim no. 1218 (147)).
Menuju Mina
Setelah matahari terbit, jama’ah berangkat menuju Mina disertai dengan mengumandangkan talbiyah, teruslah bertalbiyah dengan mengeraskan suara hingga sampai melempar jamarat Aqabah.
Lempar Jamarat Aqabah
Melempar Jumrah Aqabah ini waktunya dari sesudah matahari terbit / pada saat dhuha (HR. An‐Nasa‐i no. 3065, dihasankan oleh Syaikh al‐Albani dalam Hajatun Nabi hal. 80) dan dibolehkan bagi yang mempunyai hambatan/‐ keterlambatan/udzur (yang tidak mampu melempar pada waktu dhuha) untuk melemparnya pada malam hari.
Melempar 7 buah kerikil ke pilar Aqbah sambil membaca takbir di setiap lemparan (dan hal ini berlaku bagi seluruh jama’ah baik Ikhwan maupun akhwat).

Atau

Menyembelih Hewan Hadyu
Disunnahkan untuk menyembelih dengan tangan sendiri bila dirasa mudah, namun kalau tidak mampu boleh diwakilkan kepada orang lain atau yayasan yang amanah (dalam jangka waktu selama 3 hari).
Ketika menyembelih mengucapkan:

“(Dengan Nama Allah dan Allah Mahabesar). Ya Allah ini dari‐Mu dan milik‐Mu. (Ya Allah terimalah (amalan ini) dariku).”
(HR. Abu Dawud no. 2810 dan yang lainnya dari hadits Jabir bin Abdillah dan terdapat syahid dari hadits Abu Sa’id al‐Khudry. Dishahihkan oleh Syaikh al‐Albani dalam Irwa‐ul Ghalil no. 1118)
Apabila memungkinkan, jama’ah dianjurkan untuk memakan dari daging sembelihannya.
Barangsiapa yang dia tidak mampu mendapatkan hewan sembelihan maka baginya adalah puasa pada hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) dan puasa sebanyak 7 hari setelah pulang ke kampung halaman (QS: Al-Baqarah ayat 196).
Tahallul Awwal
Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul) adalah lebih utama. Ini berlaku bagi laki‐laki. Sedangkan untuk perempuan adalah cukup mencukur sedikit bagian ujung rambutnya saja seperti yang telah dijelaskan. (Lihat Silsilah Ahaadits ash‐Shahiihah no. 605 dan Shahih Sunan Abi Dawud no. 1732.).
Mencukur rambut dimulai dari kepala sisi sebelah kanan berdasarkan hadits Anas. (HR. Muslim dan yang lainnya, lihat Irwa‐ul Ghaliil no. 1085).
Haram memangkas habis jenggot atau memotongnya. Berdasarkan Hadits Rasulullah Shallallahu’Alahi Wassalam:

“Selisihilah Kaum Musyrikin, peliharalah jenggot, dan tipiskanlah kumis kalian.”
(HR. Al‐Bukhori no. 5892 dan Muslim no. 259 (54)).
Setelah menggunduli kepala maka itu telah masuk pada tahallul yang pertama maka boleh baginya segala sesuatu yang diharamkan baginya ketika sedang berihram kecuali jima’ dengan isteri (Lihat Musnad Imam Ahmad 1/234, Ibnu Majah no. 3041, Shohih. Lihat Silsilah Ahaadits ash‐Shahiihah no. 239.).
Thawaf Ifadhah
Setelah tahallul pertama, jama’ah berangkat menuju Makkah untuk melakukan Thawaf Ifadhah dimana Thawaf Ifadhah merupakan bagian dari Rukun Haji. Prosesi Thawaf Ifadhah sama dengan Thawaf Qudum yang dilakukan sebelum prosesi haji, seperti Thawaf, Shalat Maqam Ibrahim, Meminum Zam Zam, Sa’I, dan diakhiri dengan Tahallul Akhir.
Barangsiapa yang telah melepaskan ihram dan mengganti baju pada saat mengerjakan thawaf ifadhah, selesainya Thawaf Ifadhah / Tahallul akhir harus dilakukan sebelum Maghrib. Jika tidak maka jama’ah harus tetap dalam keadaan ihramnya sebagaimana keadaannya ketika sebelum melempar jamarat, dan yang demikian berlaku sampai thawaf ifadhah dikerjakan.
(Lihat shahih di Shahih Sunan Abi Dawud no.1999)
Setelah selesai keseluruhan proses maka jama’ah dapat kembali ke Mina untuk menjalani hari Tasyriq (11-13 Dzulhijjah).
Menuju Tenda Mina
Jama’ah diharapkan untuk tidak lupa membaca dzikir pagi dan petang, memperbanyak doa dan tetap melakukan Ibadah Shalat Fardhu secara berjama’ah selama berada di tenda Mina.
Berikut adalah rangkuman ilustrasi keseluruhan proses haji:

Pada malam‐malam hari tasyriq diwajibkan untuk bermalam di tenda Mina, yakni malam ke‐11 dan ke‐12 (NAFAR AWAL) serta malam ke‐13 (NAFAR TSANI).
Melempar Jamarat
Para jama’ah diwajibkan untuk melempar jamrah pada hari‐hari tasyriq, caranya adalah sebagai berikut:

Dengan telah selesai melakukan lempar Jamarat di hari terakhir pada hari Tasyriq, maka telah selesailah keseluruhan prosesi haji yang selanjutnya para jama’ah akan kembali ke kota Makkah.
Meninggalkan Makkah
Apabila hendak meninggalkan Makkah, diwajibkan untuk melakukan Thawaf Wada’ yang dilanjutkan shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim sebagai amalan terakhir (tidak ada lagi kegiatan yang dilakukan ataupun bermalam di Makkah) sebelum meninggalkan Makkah. (Lihat Kitab al‐Mughni libnil Qudamah V/87 cet. Daarul Hadits Kairo th. 1425 H.)
Perjalanan Menuju Tanah Air
Disunnahkan untuk membaca doa kembali dari safar pada saat naik kendaraan

“Allah Maha Besar (3X). Maha Suci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedangkan sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat). Ya, Allah! Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam perjalanan ini, kami memohon per‐buatan yang meridhokanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkau‐lah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada‐Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga. Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Rabb kami.”
(HR. Muslim no. 1345, Ahmad III/187, 189, Nasaa‐i no. 551 dalam Amalul Yaumi wal Lailah dan Ibnu Sunni no. 526 dari Shahabat Anas bin Malik)
Sesampainya di Tanah Air
Setelah sampai pada tanah air hendaknya menyempatkan diri untuk shalat sunnah dua rakaat di masjid terdekat dengan rumah. Hal ini sesuai dengan riwayat dari Imam Al‐Bukhori:

“Beliau Shallallahu’alaihi wassalam apabila datang dari safar, memulai dengan
memasuki masjid, lalu shalat dua rakaat di dalamnya.”
(HR. Al‐Bukhori mu’allaq sebelum no. 443 dan Muslim no. 2769 (53), lafazh hadits milik Muslim).